kebuntoto login

kebuntoto login,makan 2d togel,kebuntoto login

JPNN.com » Nasional » Humaniora » Menolak Lupa Peristiwa Kudatuli, Romo Benny Tak Ingin Kejadian Kelam Itu Terulang

Menolak Lupa Peristiwa Kudatuli, Romo Benny Tak Ingin Kejadian Kelam Itu Terulang

Senin, 29 Juli 2024 – 13:43 WIB Menolak Lupa Peristiwa Kudatuli, Romo Benny Tak Ingin Kejadian Kelam Itu TerulangFacebook JPNN.comTwitter JPNN.comPinterest JPNN.comLinkedIn JPNN.comWhatsapp JPNN.comTelegram JPNN.comBudayawan Antonius Benny Susetyo atau Romo Benny menolak lupa peristiwa 27 Juli 1996 atau dikenal dengan sebutan peristiwa Kudatuli. Foto: Friederich Batari/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Budayawan Antonius Benny Susetyo mengingatkan peristiwa 27 Juli 1996 di Jakarta bukan sekadar kenangan pahit dalam sejarah politik Indonesia.

Peristiwa yang dikenal dengan sebutan tragedi Kudatuli itu menjadi simbol dari luka mendalam yang masih dirasakan banyak orang, terutama mereka yang menjadi korban atau keluarga korban dari kekerasan yang terjadi.

Pada hari itu, pemerintah Orde Baru di bawah Presiden Soeharto melakukan serangan terhadap kantor pusat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang diduduki pendukung Megawati Soekarnoputri, pemimpin partai yang baru saja digulingkan.

Baca Juga:
  • Peristiwa Kudatuli Bisa Saja Dialami Parpol Lain yang Bersuara Kritis untuk Bela Rakyat

"Serangan ini bukan hanya merupakan tindakan brutal terhadap warga sipil yang tidak bersenjata, tetapi juga mencerminkan betapa kekuasaan saat itu telah menjadikan hukum sebagai alat untuk menindas lawan politik," kata Romo Benny yang akrab disapa dalam keterangan resminya.

Tidak berhenti di situ, lanjut Romo Benny, peristiwa ini memicu kerusuhan yang meluas di beberapa wilayah di Jakarta, terutama di Jalan Diponegoro, Salemba, dan Kramat.

Kendaraan dan gedung terbakar, dan kekacauan merajalela selama dua hari.

Baca Juga:
  • Hasto: Kudatuli Mengajarkan Bahwa Kekuatan Arus Bawah Tidak Bisa Dibungkam

Peristiwa Kudatuli harus menjadi pengingat betapa kita sering kali lupa akan kejahatan kemanusiaan yang telah terjadi.

"Pembiaran terhadap peristiwa itu menunjukkan betapa hukum saat itu telah mengalami imunitas terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Pelanggaran hak asasi manusia bukan hanya melukai sila kedua Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, tetapi juga menghancurkan martabat manusia," tegasnya.

Previous article:2d 57

Next article:waktu dhuha hari ini semarang